Selasa, 11 Februari 2025

Presiden Perlu Segera Gagalkan Rencana Pelemahan KPK

JAKARTA- Presiden RI, Joko Widodo diminta segera menggagalkan upaya pelumpuhan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang dilakukan oleh partai politik di DPR-RI. Untuk itu Presiden harus segera menegurkan Menteri Hukum, dan HAM agar segera menarik rancangan revisi Undang-undang Pemberantasan Korupsi  yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR. Hal ini disampaikan oleh Direktur CBA (Center for Budget Analysis) Uchok Sky Khadafi  kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (8/10) di Jakarta.

 

“Tarik kembali RUU dari prolegnas agar DPR tidak melakukan pembahasan lagi yang ujung-ujungnya mengubur KPK. DPR ingin membubarkan KPK karena mengganggu anggota dewan untuk melakukan korupsi anggaran negara,” tegasnya.

Uchok Sky Khadafi  meminta agar Presiden Joko Widodo lebih fokus pada perbaikan ekonomi daripada bikin gaduh lagi dengan mendorong revisi UU Pemberantasan Korupsi.

Menurutnya, anggota DPR ngotot ingin revisi Undang-undang Pemberantasan Korupsi karena ingin menghilangkan ketakutkan pada diri mereka. KPK selama ini dianggap sebagai ‘hantu’ yang selalu mengawasi anggota dewan ketika mencari tambahan penghasilan haram buat kepentingan pribadi.

“Untuk menghilangkan rasa takut anggota dewan ini, maka secara dipaksa memasukan RUU KPK untuk segera dibahas, agar KPK segera dilumpuhkan, dan ke depan bisa dibubarkan dengan tanpa syarat,” ujarnya

Ia menjelaskan, untuk melumpuhkan KPK, DPR mempreteli kekuatan KPK dalam Undang-undang Pemberantasan Korupsi. Beberapa upaya pelumpuhan dalam rancangan revisi undang-undang itu adalah pembubaran KPK, setelah 12 tahun rancangan revisi resmi diundangkan.

“KPK dibuat tak berwenang melakukan penuntutan. Kasus juga harus dilimpahkan ke Kejaksaan dan Kepolisian. KPK wajib meminta izin sebelum melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. KPK juga tidak memiliki penuntut lagi

Korupsi Merajalela

Mantan pimpinan Dewan perwakilan daerah (DPD), Laode Ida secara terpisah kepada Bergelora.com juga mengatakan bahwa pelemahan kewenangan KPK dikuatirkan akan mengakibatkan praktik korupsi kian merajalela.

“Namun demikian, usul revisi itu itu barulah sampai pada upaya politik di Senayan, yang belum tentu juga disetujui untuk dibahas lebih lanjut. Fraksi Partai Demokrat mengisyaratkan menolak usul revisi itu,” katanya.

Namun yang terpenting menurut pengamat politik ini adalah sikap Presiden Joko Widodo sendiri. Jika Presiden menyetujui, maka boleh jadi Presiden bisa dianggap berkontribusi besar untuk mengarahkan negara ini menuju negara kleptokrasi.

“Tapi, jika (Presiden Joko Widodo-red) konsisten terhadap janji kampanyenya, maka revisi UU KPK tak akan dia setujui. Kita tunggu saja sikap resmi Jokowi terhadap hal ini,” ujarnya.

Selain itu menurutnya, sikap para ketua umum partai-partai politik (parpol) memang juga sedang diuji. Bila para ketua umum parpol terus membiarkan para anggotanya memaksakan revisi, maka akan secara telanjang pula ditonton oleh publik menunjukkan ketua-ketua partai politik itulah yang menghendaki negara kleptokrasi itu.

“Ini juga sekaligus ‘ujian nurani kebaikan’ bagi segelintir elite pengendali parpol di negeri ini,” ujarnya.

Ia mengatakan keberadaan KPK masih tetap jadi harapan utama publik dalam pemberantasan korupsi. Karena kejaksaan dan kepolisian cenderung mandul atau bahkan jadi bagian dari instrumen kekuasaan dan politik untuk di satu sisi mengamankan berbagai kasus korupsi besar, pada sisi lain dicurigai masih miliki budaya atau praktik transaksional.

“Terus diendapkannya kasus sejumlah kepala daerah pemilik rekening gendut oleh Kejagung, misalnya, memperkuat kecurigaan itu. Demikian juga dengan disingkirkannya Budi Waseso dari Bareskrim karena dianggap ‘berbahaya’ telah berani berkehendak membersihkan PT Pelindo II dari persoalan korupsi. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru