JAKARTA – Panita Kerja (Panja) Revisi Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi III DPR RI, akhirnya menyepakati draft revisi Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban, Nomor 13 tahun 2006.
Draft itu disepakati dalam rapat yang diselenggarakan di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Kamis (18/9/2014), setelah melalui proses pembicaraan yang intensif dengan Pemerintah termasuk Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), selama beberapa bulan terakhir.
Panja Revisi Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban diketuai oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Al Muzammil Yusuf.
“Kami sangat mengapresiasi Komisi III DPR RI yang telah menunjukkan komitmennya untuk segera menyelesaikan Randangan Undang-undang ini,” ujar Ketua LPSK, AH Semendawai kepada Bergelora.com Minggu (21/9) di Jakarta.
LPSK yang mendapatkan mandat untuk menjalankan undang-undang tersebut, memberikan apresiasinya terhadap komitmen Komisi III DPR RI, dalam menyelesaikan revisi UU Perlindungan Saksi dan Korban.
“Ini juga menjadi prestasi bagi Komisi III dengan berhasil disahkannya RUU Perlindungan Saksi dan Korban,” lanjutnya.
Selain itu LPSK juga memberikan apresiasi terhadap komitmen Presiden SBY, memperkuat peran, tugas, kewengan LPSK.
“Juga atas kerja keras Tim Pemerintah yang dipimpin Menteri Hukum dan HAM sehingga proses revisi dapat berjalan lancar,” katanya.
Sebelum panja menyepakati Revisi Undang-undang ini untuk dibawa ke Paripurna, Timus sempat memeriksa dan memperbaiki beberapa pasal yang bersifat redaksional. Bahkan ada beberapa usulan substansi baru untuk memperkuat kewenangan LPSK.
Sejumlah perubahan dalam Revisi Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban, antara lain, penguatan kelembagaan LPSK, penguatan kewenangan LPSK, perluasan subjek perlindungan, perluasan pelayanan perlindungan terhadap korban, peningkatan kerja sama dan koordinasi antarlembaga, pemberian penghargaan dan penanganan khusus yang diberikan terhadap saksi pelaku, mekanisme penggantian anggota LPSK antarwaktu, perubahan ketentuan pidana, termasuk tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.
Memperkuat LPSK
Semua perubahan ini dimaksudkan untuk memperkuat dan memaksimalkan kerja LPSK dalam melindungi saksi dan korban.
Jika nanti sudah disahkan oleh DPR RI, maka Revisi Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban akan memberikan dampak yang signifikan bagi upaya LPSK memberikan perlindungan dan pemenuhan hak saksi dan korban. RUU itu juga diharapkan dapat mendukung Criminal Justice System dalam penegakan hukum di Indonesia.
Penegakan hukum pun akan semakin mudah dilaksanakan, karena adanya perlindungan bagi saksi pelaku yang bekerjasama. Rata-rata kasus kejahatan serius yang terjadi melibatkan orang dalam. Sehingga untuk membongkarnya perlu ada kesaksian dari pelaku yang bukan pelaku utama. Sebagaimana diatur pada pasal 10A ayat 1 sampai dengan 5.
RUU ini pun memberikan LPSK keluasan wewenang untuk dapat memberikan rekomendasi secara tertulis kepada menteri, yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, untuk dapat memberikan pembebasan bersyarat kepada saksi pelaku. Bahkan salah satu tim panja dari Fraksi Golkar mengusulkan agar LPSK saja yang menetapkan seseorang itu yang menjadi Justice Collaborator.
Terdapat juga penambahan hak-hak saksi dan korban seperti memperoleh pendampingan. Ada juga hak anak untuk mendapat perlindungan serta hak korban kejahatan tertentu untuk mendapat bantuan medis dan psikologis.
Revisi ini pun mencakup penguatan kelembagaan LPSK yaitu pengakuan kewenangan LPSK untuk menjalankan tugas perlindungan dan pemenuhan hak serta penguatan organisasi LPSK.
Penguatan organisasi LPSK melalui perubahan sekretariat LPSK menjadi Sekretariat Jenderal, dibentuknya Dewan Penasihat serta diakuinya Tenaga Ahli LPSK.
Rencananya Rancangan Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban akan diparipurnakan di DPR RI, pada 24 September 2014 untuk disahkan. (Dian Dharma Tungga)