Kamis, 22 Mei 2025

Suku Anak Dalam Minta Presiden Jokowi Tegas Pada PT. Asiatic Persada

JAMBI- Sudah 31 tahun masyarakat adat Suku Anak Dalam (SAD) 113, Desa Bungku, Bajubang, Batanghari berjuang merebut kembali tanah adatnya. Konflik tanah yang terjadi sejak tahun 1986 diakui oleh pendamping SAD, Mawardi,– berlarut-larut karena belum adanya kesungguhan dari Pemerintah untuk melindungi hak-hak masyarakat adat yang tertinggal tersebut.

Aktivis Serikat Tani Nasional (STN) Jambi itu mengingatkan agar Pemerintah Jokowi-JK dapat mengambil sikap tegas terkait penyelesaian kasus konflik tanah adat SAD 113 masuk dalam prioritas utama Reforma Agraria.

“Penyelesaiaan kasus SAD 113 jadi barometer keberpihakan Pemerintahan Jokowi kepada masyarakat termarjinalkan sejak dulu agar dimasukkan dalam pogram distribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA),” ungkapnya kepada Bergelora.com di Jambi, Minggu (23/4). 

Ia berharap pelaksanaan program TORA di Jambi menjadikan penyelesaian konflik SAD 113 sebagai prioritas utama.

“Pemerintah tak perlu khawatir karena tuntutan SAD memiliki landasan hukum,” terangnya.

Lebih jauh Mawardi menerangkan bila pengakuan tanah masyarakat adat SAD seluas 3.550 Hektar telah dibuktikan dalam peta mikro berdasarkan data resmi Badan Inventarisasi dan Tataguna Hutan Departemen Kehutanan No 393/VII-4/1987 tanggal 11 Juli 1987.

Selain itu, hasil penelitian secara resmi yang dilakukan BPN Provinsi Jambi tahun 2008 membuktikan masih adanya sisa perkebunan, perladangan, kuburan tua, dan bekas pemukiman tua SAD yang disebut wilayah Tanah Menang, Pinang Tinggi, dan Padang Salak.

Saat ini kasus tersebut diakui Ketua Adat SAD Batin Bahar, Kutar, bahwa pola 2000 Hektar yang diberikan oleh perusahaan sawit asal Malaysia justru merugikan warga. 

“Selain wilayah yang dituntut berada diluar HGU perusahaan, lahan tersebut bukan merupakan lahan perusahaan melainkan lahan negara yang telah dikelola masyarakat lokal,” beber Kutar melalui via telpon.

Selain negara dirugikan, masyarakat SAD juga dirugikan dengan pola kredit tersebut. “Seakan-akan masyarakat diuntungkan dengan pembagian lahan 2000 Hektar, namun dalam kenyataannya banyak sekali persoalan dalam wilayah kemitraan 2000 ha baik masalah data warga yang tidak jelas, sebagian areal dalam status Hutan Produksi Terbatas (HPT), sampai pada kasus gratifikasi oleh oknum di TIM Terpadu Kabupaten Batanghari” ungkapnya.

Hadiyatullah Ketua DPW Kornas Provinsi Jambi yang juga mendampingi SAD 113 menjelaskan bahwa pada tanggal 24 Oktober 2013 Kanwil BPN Provinsi Jambi dan tanggal 25 Oktober 2013 telah menerbitkan Surat Rekomendasi Peninjauan Ulang Sertifikat HGU PT. Asiatic Persada.

“Langkah menteri sebelumnya Ferry M. Baldan telah menerbitkan surat Instruksi Nomor 1373/020/III/2016 perihal Penyelesaian Kasus SAD yang mengacu kepada penetapan hukum komunal atas Tanah Masyarakat Hukum Adat. Sayangnya proses penyelesaian ini kandas ditangan Menteri ART/BPN Sofyan Djalil,” tuturnya. (Binbin Firman Tresnadi)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru