Jumat, 4 Oktober 2024

Tindak Pidana Cyber Bullying Dalam Revisi UU ITE, Ancam Kebebasan Berekspresi

JAKARTA- Pemerintah dan Komisi I DPR telah sepakat bahwa dalam Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang sudah dibahas akan mengadopsi pengaturan mengenai cyber bullying (perundungan di dunia maya).  Rumusan tindak pidana  cyber bullying ini masih dalam proses di Panja (Panitia Kerja).  Rencananya cyber bullying atau menakut-nakuti dengan informasi elektronik  ini akan di masukkan ke dalam rumusan Pasal 29  Revisi UU ITE

“Namun sangat sulit merumuskan tindak pidana cyber bullying dalam revisi UU ITE tanpa  merusak kebebasan berekspresi,“ Direktur Eksekutif Instittute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi Widodo Eddyono kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (24/9)

Institute for Criminal Justice reform (ICJR) menurutnya justru  sangat prihatin dengan hasil  Revisi UU ITE ini. ICJR memandang bahwa  secara umum revisi ini saja belum menyelesaikan  problem Pasal 27 ayat (3) tentang penghinaan di dunia maya.

“Namun pemerintah dan panja Komisi I DPR malah justru menambahkan masalah yang lebih pelik lagi dalam UU ITE,” ujarnya.

Pasal 29 UU ITE telah memuat ketentuan tentang pengiriman pesan elektronik berisi ”ancaman” atau upaya ”menakut-nakuti”. Yakni Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Ancaman hukuman atas pelanggaran pasal itu adalah Hukuman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (Pasal 45 ayat 3). Aksi merisak atau merundung di dunia siber (cyber bullying) ini akan disisipkan di Pasal 29 tersebut

“ICJR melihat kebijakan kriminalisasi yang memasukkan Cyber Bullying ini juga berpotensi   menimbulkan overkriminalisasi. Tampaknya semua masalah yang ada di dunia maya  melulu akan diselesaikan dengan cara  penggunaan hukuman pidana, dengan  ancaman penjara yang berat,” katanya.

ICJR menurutnya memandang  bahwa  memang ada persoalan di  dalam dunia maya terkait perundungan. Namun seperti apa cara merumuskan tindak pidananya dalam pasal 29 UU ITE ini justru yang akan  menjadi masalah serius. Karena di dunia nyata saja,  banyak ahli  pidana dan negara-negara lain  mengalami kesulitan dalam merumuskan pengertian perundungan.  

“Revisi UU ITE justru melompat jauh, soalnya sampai saat ini Indonesia belum memiliki  defenisi hukum yang baku mengenai perundungan di dunia nyata, namun revisi UU ITE, malah memaksa memberikan pengertian baku mengenai perundungan di dunia maya,” ujarnya.

Karena tidak ada defenisi yang baku mengenai perundungan (tradisional bullying), maka ICJR mengawatirkan rumusan yang akan di gunakan bersifat lentur dan banyak menimbulkan penafsiran (multi purpose act). Dengan kondisi demikian maka tindak pidana ini berpotensi besar disalahgunakan dalam penegakannya. Dengan demikian maka terbukalah celah pemberangusan kebebasan ekspresi di dunia maya.

“Dengan masuknya tindak pidana baru ini  disertai  ketentuan Pasal 27 ayat (3) tentang defamasi dunia maya ini maka jelaslah bahwa Revisi UU ITE ke depan, masih berpotensi mengancam kebebasan ekspresi di Indonesia,” tegasnya. (Irene Gayatri)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru