JAKARTA- Lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini luasnya sudah mencapai 16 juta hektare. Pemerintah menjamin tak akan memperluas lagi lahan perkebunan sawit.
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan perkebunan sawit Indonesia tidak akan memunculkan masalah deforestasi yang dikhawatirkan Uni Eropa.
Sebab, pemerintah sudah menerapkan moratorium sawit melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.8/2018, tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.
Namun, aturan tersebut sebenarnya sudah berakhir pada 19 September 2024. Hingga saat ini belum diputuskan apakah Inpres Nomor 8 Tahun 2018 akan diperpanjang atau tidak.
“Kita sudah memiliki moratorium, kita tidak akan memperluas lahan kelapa sawit ini. Kita akan mempertahankan 16 juta hektare,” tutur Luhut dalam agenda Indonesia International Sustainability Forum 2024, Jumat (6/9).
Luhut menyampaikan, pekerjaan rumah pemerintah saat ini adalah bagaimana meningkatkan produktivitas sawit. Padahal, sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia punya peluang besar untuk mengeksplorasi produksi bahan bakar nabati (BBN) alias biodiesel.
Pemerintah berharap, dari lahan 16 juta hektare ini bisa menghasilkan 5 ton sawit per hektare-nya.
“Anda dapat membayangkan 5 kali 16 juta, Ini adalah angka yang sangat besar yang dapat membawa ekonomi kita juga di atas pertumbuhan 6% hingga 7% dalam waktu 10 tahun,” kata Luhut.
Banyak Yang Tak Punya NPWP
Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan terdapat sekian banyak perusahaan sawit yang ternyata belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Padahal, setiap perusahaan wajib mempunyai NPWP untuk mengatur perpajakan.
Semula, Luhut menjelaskan pemerintah secara bertahap terus mendorong proses digitalisasi di berbagai sektor komoditas. Mulai dari batu bara, nikel timah, hingga kelapa sawit. Ini dilakukan agar penerimaan negara dapat dioptimalkan.
“Itu kan semua penerimaan negara yang banyak potensi yang belum kita ambil. Masa ada sampai sekian banyak perusahaan misalnya di Kelapa Sawit, NPWP-nya aja nggak punya. Kalau NPWP nggak punya kan terus PPH barang semua juga kan nggak ditagih,” kata Luhut seperti dikutip dari akun Instagramnya, Selasa (9/7/2024).
Oleh sebab itu, pemerintah tengah membereskan proses digitalisasi untuk sektor komoditas di Indonesia. Misalnya di sektor minerba, yang sudah memiliki Sistem Informasi Pengelolaan Batu Bara antara Kementerian dan Lembaga (Simbara) yang saat ini mengintegrasikan batu bara.
“Nah ini yang sekarang kita mau bereskan. Makanya Govtech itu menjadi isu pemerintah. Saya pikir kita nggak boleh bergantung pada harga komoditas saja. Efisiensi itu menjadi sangat penting. Berbasis elektronik tadi Govtech itu. Simbara yang saya jelaskan tadi,” katanya. (Enrico N. Abdielli)