JAKARTA- Lagi-lagi Indonesia dijadikan medan pertempuran Amerika Serikat dalam perang dagangnya melawan China. Hal ini terlihat dengan wacana pajak 200℅ terhadap barang impor dari China yang masuk ke Indonesia. Perbedaan pendapat dikalangan para menteri menunjukkan siapa saja yang menjadi kaki tangan Amerika di Indonesia dalam melawan China.
Kementerian Perindustrian memberi penjelasan tentang hasil Rapat Terbatas (Ratas) internal yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (2/7/2024) kemarin. Disebutkan, rapat itu tidak membicarakan tentang rencana pengenaan bea masuk hingga 200% pada barang-barang asal China.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan rapat tersebut murni membahas tentang ekosistem kesehatan Indonesia, termasuk industri kesehatan dan tidak ada membahas isu lain. Hal ini disampaikan untuk meluruskan pemberitaan yang mengutip Menteri Perindustrian Agus Gumiwang terkait bea masuk 200% tersebut.
“Terkait hal ini, kami sampaikan dan luruskan bahwa Bapak Menteri Perindustrian hanya menjawab pertanyaan seputar isi rapat relaksasi perpajakan industri kesehatan dan tidak menjawab pertanyaan terkait rencana pengenaan Bea Masuk produk impor 200%,” kata Febri, dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (3/7/2024).
Oleh karena itu, menurutnya, pernyataan yang disampaikan Agus tidak ada yang merujuk pada penjelasan atas pengenaan bea masuk 200% produk impor China tersebut.
“Dengan kata lain, tidak ada pernyataan dari Menteri Perindustrian yang bertujuan menjawab atau menyinggung mengenai pengenaan bea masuk 200 persen produk impor,” ujarnya.
Sementara untuk jawaban Agus terkait dengan pelaporan dua minggu ke depan oleh kementerian dan lembaga, menurutnya hal ini merupakan arahan Jokowi untuk tindaklanjut hasil rapat internal tentang relaksasi perpajakan industri kesehatan dan bukan tentang rencana pengenaan isu bea masuk 200% produk impor.
Lebih lanjut, Febri pun menjelaskan hasil Ratas tersebut. Presiden Jokowi memberikan waktu dua minggu kepada para menteri untuk memberikan laporan secara utuh, termasuk kemungkinan menggunakan instrumen larangan dan pembatasan (lartas). Tim tersebut akan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi.
Selanjutnya, arahan Jokowi adalah agar pelayanan masyarakat dalam sektor kesehatan bisa lebih murah dengan kualitas yang baik setelah menerapkan kebijakan yang pro terhadap industri kesehatan nasional.
Jokowi juga memberikan arahan agar semua regulasi bisa mengarah pada kemandirian sektor dan industri kesehatan sehingga mampu menarik investasi di sektor tersebut. Pada gilirannya, pengadaan obat-obatan dan alkes bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri.
Perbaikan ekosistem industri farmasi dan alat kesehatan dipandang sangat perlu dilakukan agar kebutuhan masyarakat Indonesia mendapat pelayanan kesehatan bermutu.
Fasilitas kesehatan yang memadai dan terjangkau amat dibutuhkan, sejalan dengan upaya meningkatkan produktivitas dan daya saing dua sektor industri tersebut di dalam negeri. Namun industri farmasi masih ketergantungan besar terhadap bahan baku impor.
“Dalam rapat tersebut, Menperin menyampaikan beberapa usulan kebijakan-kebijakan yang perlu diambil untuk meningkatkan investasi di sektor industri farmasi,” ujar Febri.
Usulan pertama, agar impor bahan baku obat sebaiknya tidak dikenai aturan persetujuan teknis (pertek). Hal ini untuk memudahkan industri farmasi di dalam negeri memperoleh bahan baku. Pertek sebaiknya dikenakan kepada barang jadi obat-obatan impor.
Kedua, mengusulkan skema Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk bahan baku obat yang belum bisa diproduksi di Indonesia serta penghapusan PPN bagi bahan baku obat lokal.
Sedangkan yang ketiga, meminta agar industri farmasi dan industri alat kesehatan bisa menerima fasilitas tax allowance untuk pengembangannya, karena saat ini belum ada industri dari dua sektor tadi yang memperoleh fasilitas tersebut.
Sebagai tambahan informasi, dalam pemberitaan sebelumnya disebutkan bahwa Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita membenarkan wacana pengenaan bea masuk 200% untuk barang asal China sedang dibahas pemerintah. Dua minggu ke depan bakal ada hasil pengkajian yang dilaporkan ke Jokowi.
“Itu bagian dari pembahasan, nanti 2 minggu lagi kita laporkan,” sebut Agus Gumiwang ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2024).
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih enggan bicara banyak soal usulan ini. Ketika ditanya soal kemungkinan bea masuk 200%, dia cuma bilang akan ada waktunya nanti untuk menjelaskan. “Nanti dibahas, disampaikan,” katanya singkat.
Importir: Larang Aja Sekalian!
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan Slsebelumnya, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengkritik wacana pemerintah mengenakan bea masuk hingga 200 persen untuk barang impor asal China.
Wacana tersebut mengemuka seiring banjirnya impor dari Negeri Tirai Bambu seperti pakaian, baja, tekstil, dan lain sebagainya yang menghantam daya saing produk lokal.
Ketua Umum BPP GINSI Subandi mempertanyakan tujuan sebenarnya dari pengenaan bea masuk tambahan itu. Jika untuk memproteksi produk dalam negeri, ia menyindir sekalian saja pemerintah melarang impor barang-barang made in China ketimbang mengenakan bea masuk tambahan hingga 200 persen.
“Ngapain harus dikenakan 200 persen? Larang aja sekalian. Daripada dikenakan 200 persen terus ternyata nanti barang itu campur sama produk ilegal yang melalui penyelundupan,” ujar Subandi kepada, Selasa (2/7) lalu
“Karena biasanya kalau ada barang kena bea masuk atau kena pajak mahal, maka pasti ada cara untuk justru menyuburkan atau merangsang orang untuk melakukan penyelundupan kan?” imbuhnya.
Dengan tujuan memproteksi produk dalam negeri itu, Subandi meminta pemerintah sadar diri mengapa produk dalam negeri lebih mahal dibanding produk impor. Sebab, barang yang didatangkan dari luar negeri seharusnya justru lebih mahal karena sudah kenakan segala jenis bea dari proses transportasi.
“Harusnya kalau secara logika, sederhana banget lah, itu kan harusnya lebih mahal (impor) dong dibandingkan produk yang ada di dalam negeri. Kenapa kok bisa lebih murah? Berarti ada yang salah dalam membina industri di dalam negeri,” tegas dia.
Subandi mengingatkan agar pemerintah tidak membuat para pelaku usaha terombang-ambing dengan regulasi baru. Pasalnya, itu membuat pengusaha bingung karena tak ada kepastian. Pemerintah justru seharusnya menciptakan ketenangan berusaha dan menciptakan kepastian berusaha.
Dengan regulasi baru ini, ia mengatakan usaha kecil dan menengah (UKM) juga bisa ikut terancam.
“Siapa yang mau beli kalau harga barang yang sudah selangit kayak gitu? Daya beli kita aja yang lagi turun,” ucap Subandi.
“Jadi yang pasti aja lah. Jangan menciptakan kebingungan, jangan menciptakan ketidakpastian, jangan nakut-nakutin. Pemerintah itu harus menciptakan benar-benar situasi yang kondusif,” imbuhnya.
Sebelumnya Kemendag akan mengenakan bea masuk hingga 200 persen untuk barang-barang impor asal China. Mendag Zulkifli Hasan alias Zulhas mengungkapkan ketentuan ini ujung dari perang dagang antara China dengan negara-negara barat yang menolak barang impor China.
“Maka satu hari dua hari ini, mudah-mudahan sudah selesai permendagnya. Jika sudah selesai maka dikenakan apa yang kita sebut sebagai bea masuk, kita pakai tarif sebagai jalan keluar untuk perlindungan atas barang-barang yang deras masuk ke sini,” ujar Zulhas di Bandung, Jawa Barat, Jumat (28/6).
“Saya katakan kepada teman-teman jangan takut, jangan ragu Amerika bisa mengenakan tarif terhadap keramik terhadap pakaian sampai dengan 200 persen kita juga bisa. Ini agar UMKM industri kita bisa tumbuh dan berkembang,” ujarnya.
Zulhas menjelaskan bahwa permendag ini merupakan respons atas regulasi-regulasi sebelumnya tentang perdagangan dan perlindungan industri lokal yang belum memuaskan bagi semua pihak. (Calvin G. Eben-Haezer)