JAKARTA- Pro dan kontra tentang Fatwa Majalis Ulama Indonesia yang menyatakan Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan perlu segera diatasi oleh Presiden Joko Widodo. Karena semua persoalan dalam BPJS yang disoroti oleh MUI bersumber dari Undang-undang No 40/2004 SJSN dan Undang-undang No 24/2011 BPJS maka presiden perlu segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Demikian Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jabodebek, Roy Pangharapan kepada Pers dalam aksi DKR di depan Kantor BPJS dan Kantor Walikota Depok, Senin (3/8) Jam 09.00.
“Dalam pernyataan MUI, yang tidak haram adalah yang penerima bantuan tunai (PBI) dari APBN, jadi seharusnya seluruh rakyat ditanggung oleh pemerintah. Tidak ada lagi pungutan dan pembayaran co-sharing,” ujarnya.
Menurutnya, DKR sudah pernah menyampaikan rancangan Perppu pada Presiden Joko Widodo yang isinya adalah membebaskan rakyat dari pembayaran premi dan co-sharing, dana di tangan kas negara dibayar penuh pada puskesmas dan rumah sakit yang melayani kebutuhan pasien.
“Tidak ada kuota pembayaran. Seluruh rakyat termasuk buruh, PNS, prajurit TNI dan Polri tidak dipungut premi seperti BPJS. Sehingga dokter, suster, bidan, puskemas dan rumah sakit tidak dirugikan. Ini baru sesuai dengan syari’ah seperti yang diperintahkan oleh agama,” tegasnya.
DKR menurutnya yakin, bahwa di bawah Presiden Joko Widodo, pemerintah bisa menyediakan dana untuk menanggung biaya kesehatan seluruh rakyat Indonesia, tanpa menarik premi seperti asuransi swasta yang dijalankan oleh BPJS sekarang ini.
“Jamkesmas saja di masa pemerintahan SBY bisa menanggung sampai 86,4 juta rakyat Indonesia dengan biaya hampir Rp 4,5 T/tahun. Kalau 240 juta rakyat Indonesia berarti sekitar Rp 10 Triliun/tahun. Kami yakin pak Jokowi bisa sediakan dana itu,” jelasnya.
Menurutnya sudah waktunya program Kartu Indonesia Sehat (KIS) memiliki sistim yang halal dengan biaya yang terukur di atas disediakan oleh APBN.
“KIS tidak bisa berjalan dengan benar kalau lewat BPJS. Oleh karenanya, Perppu harus segera menjadi payung hukum bagi pelayanan KIS supaya gak ikut haram,” jelasnya. (*)