Minggu, 1 Desember 2024

DKR: JANGAN BOHONGI RAKYAT DONG..! PPN 12 Persen Diprotes, Ditjen Pajak: Hasilnya Akan Kembali ke Rakyat

JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan hasil penerimaan negara dari kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) akan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Penjelasan ini untuk merespons masyarakat yang memprotes rencana kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2024.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti mengatakan, penerimaan negara dari pungutan PPN akan dikembalikan ke masyarakat melalui subsidi maupun program-program bantuan untuk kelompok masyarakat yang membutuhkan.

Misalnya, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, subsidi listrik, subsidi LPG 3 kilogram, subsidi BBM, dan subsidi pupuk.

“Hasil dari kebijakan penyesuaian tarif PPN akan kembali kepada rakyat dalam berbagai bentuk,” ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (22/11/2024).

Dia juga mengingatkan, meski PPN naik, namun tidak semua barang dan jasa akan terdampak kenaikan PPN.

Misalnya, berbagai barang kebutuhan pokok seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Kemudian, berbagai jenis jasa seperti jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa transportasi umum, dan jasa ketenagakerjaan juga terbebas dari tarif PPN.

“Tidak semua barang dan jasa terkena PPN. Artinya, kebutuhan rakyat banyak tidak terpengaruh oleh kebijakan ini,” jelas Dwi.

Pemerintah juga telah memperluas lapisan penghasilan dari Rp 50 juta menjadi Rp 60 juta yang dikenakan tarif terendah sebesar 5 persen. Pemerintah juga menerapkan pembebasan pajak penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), sebagai regulasi turunan dari UU Nomor 7 Tahun 2021 atau UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Ini ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Di sisi lain, sebagai wujud kegotongroyongan, orang pribadi yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 5 miliar dikenakan tarif tertinggi sebesar 35 persen,” tuturnya.

Jangan Bohongi Rakyat!

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Roy Pangharapan dari Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) mengingatkan beban yang semakin berat dipikul oleh masyarakat miskin dan tidak mampu yang jumlahnya masih puluhan juta.

“Jangan cuma janji. Itu namanya pembohongan publik. Jutaan orang masih tak mampu bayar iuran BPJS Kesehatan. Siswa keluarga miskin masih ditolak bersekolah di sekolah dan harus bayar bangku sekolah. Puluhan ribu pekerja mengalami PHK massal,” katanya kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (211).

Menurutnya pajak seharusnya naik pada saat rakyat sudah merata sejahterah, bukan pada saat sedang mengalami kesulitan ekonomi.

“Gratiskan dulu palayanan kesehatan. Hentikan iuran BPJS. Bebaskan biaya pendidikan dari dasar, menengah sampai kuliah. Tanpa pemenuhan kebutuhan dasar itu, kenaikan pajak artinya memeras dan membunuh rakyat,” tegasnya.

Roy Pangharapan juga meminta agar pemerintah mengaudit alokasi dana pendidikan dan BPJS kesehetan.

“Setiap tahun BPJS Kesehatan bilang defisit, padahal iuran BPJS Kesehatan dari seluruh rakyat jalan terus. Alokasi dana pendidikan tiap tahun sebesar 20 persen dari APBN gak jelas kemana. Kemana semua uang yang sudah dipungut dari rakyat? Koq sekarang mau naikin pajak lagi?” ujarnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru