JAKARTA- Posisi dan peran Indonesia teramat spesifik. Karena 60-75 % logistik dunia masuk dan melewati perairan Indonesia. Negara-negara industri teramat menjaga keamanan jalur logistik yang ada di Indonesia. Semua negara sangat berkepentingan sehingga tidak menginginkan adanya kekacauan ataupun peperang di kawasan Indonesia. Hal ini ditegaskan Guru Besar ITB, Ir. Hendarmin Ranadireksa dalam FGD dengan tema: “Perkuat Industri Dirgantara dan Pengadaan Alutsista TNI dalam Menghadapi Konstelasi Kawasan” ini merupakan kerjasama antara NASPCI (National Air and Space Power Center of Indonesia) dan Bergelora.com di Jakarta, Jumat (20/1).
“Omong kosong kalau ada negara yang ingin Indonesia hancur. Gak mungkin Internasional indonesia dipreteli seperti yang kuatirkan dan dikampanyekan beberapa pihak saat ini. Mereka buta geopolitik!” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa dalam pertemuan-pertemuan inner circle internasional, Indonesia menjadi fokus prioritas keamanan dan pertahanannya karena semua negara berkepentingan dengan keamanan dalam negeri Indonesia.
“Tidak ada negara yang menginginkan ada kekacauan di Indonesia. Amerika kepada Jepang berpesan untuk membantu berapapun yang dibutuhkan Indonesia. Itu sebabnya Indonesia sangat mudah untuk mendapatkan pinjaman dari dunia Internasional,” jelasnya.
Menurutnya, inner circle Internasional telah memutuskan dan memerintahkan kepada semua kepala negara dan lembaga Internasional untuk menjaga keamanan Indonesia. Karena kalau ada gejolakdi Indonesia maka yang kacau adalah dunia Internasional.
“Oleh karena itu apabila kekacauan di Indonesia, maka Jepang dan Amerika akan bergerak mengamanakan terlebih dahulu,” jelasnya.
Bahaya Trump
Sementara itu, Wartawan Sinar Harapan, Aristides Katoppo mengingatkan bahwa mantan Presiden Amerika Jenderal Eisenhower pernah memperingatkan bangsanya agar waspada dan hati-hati terhadap yang disebut military industrial security complex (MISComplex) Peringatannya adalah bahwa dinamika sektoral itu bisa menyandera proses politik Amerika Serikat dan rela mengorbankan cita-cita demokrasi.
“Kecenderungan Trump untuk bersikap unilateral bisa bergandengan tangan dengan kaum MISComplex, yang dalam sejarah menghendaki perang setiap delapan tahun untuk cuci gudang. Alangkah celaka jika ini terjadi.” ujarnya.
Sebenarnya secara strategic menurutnya, baik Amerika Serikat maupun China memerlukan kawasan damai dan sejahtera di Laut China Selatan. Karena sebagian besar lalu-lintas perdagangan dunia berlalu-lalang di situ. Satu dan lain mitra dagang utama.
“Namun, sejarah menunjukkan, malapetaka perang seringkali meletus oleh percikan-percikan kecil, akibat benturan yang seringkali tidak disengaja. Di film Wild West para koboi saking gembiranya unjuk keperkasaannya terlibat dalam tembak-menembak,” ujarnya.
FGD kali ini menghadirkan pemantik diskusi ahli pertahanan DR Connie Rahakundini Bakrie, Guru Besar ITB, Prof. Ir. Hendarmin Ranadireksa dan Wartawan Sinar Harapan, Aristides Katoppo) dan dipandu oleh Aan Russianto dari Jurnas.com.
Ikut serta secara aktif dalam FGD, Laksamana (TNI) Slamet Subijanto (Mantan KSAL TNI-AL), Wibowo Arif (Budayawan), Alif Kamal (GNP-33), Makarim Wibisono (Mantan Duta Besar RI di PBB), Mufti Makarim (PK2MP), Djoko Edhi Abdurrahman (Mantan Anggota DPR-RI), Airvin Hardani (Komite Kedaulatan Rakyat), Bob Randilawe, (Persatuan Alumni GMNI), DR. Fernando Manullang dari Uninversitas Indonesia, Telly Nathalia (The Australian), Ratri W. Mulyani (Pengamat Security),Eva Fitri (Kementerian ESDM), Nency Aroean (IAAW), Zul Amrozy (Jusnas.com) dan beberapa kalangan lainnya. (Siti Rubaidah)