JAKARTA- Pemerintahan Presiden Joko Widodo diminta tegas memutuskan kontrak karya (KK) PT Newmont Nusa Tenggara jika tidak mau tunduk pada peraturan dan hukum di Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energi Studies (IMES), Erwin Usman kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (4/11) menyusul gugatan perusahaan tambang emas asal Amerika itu di Mahkamah Konstitusi (MK), 23 Oktober 2014 lalu.
“Lagi-lagi PT Newmont mencoba bargaining dengan melakukan gugatan. Sebelumnya di arbitrase internasional. Substansinya sama yaitu menolak membangun smelter (pengolahan-red) seperti yang diperintahkan dalam Undang-undang Minerba No. 4 Tahun 2014,” ujarnya.
Pemerintah Jokowi bisa menggunakan instrumen Undang-undang Minerba dan Peraturan Pemerintah (PP) No 1/2014 terkait larangan ekspor mineral mentah sebelum pengolahan dan pemurnian, bisa dilakukan.
“Ini kan juga sudah dilakukan pada puluhan perusahaan kontrak karya, batubara dan ribuan IUP (Ijin Usaha Pengolahan) sejak 12 Januari 2014,” jelasnya.
Sebelumnya, pihak PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) kembali mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi setelah mencabut tuntutan arbitrase internasional terhadap Pemerintah Indonesia terkait pelarangan ekspor konsentrat bulan Agustus 2014 lalu
Menanggapi hal itu, pemerintah mengancam akan menghentikan amandemen kontrak Newmont yang saat ini sedang dalam proses kesepakatan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian (ESDM) R Sukhyar meminta gugatan tersebut harus segera dicabut. Pasalnya saat ini pihak Newmont sedang dalam proses amandemen kontrak dan hal tersebut bisa dihentikan jika ada gugatan yang diajukan.
“Saya minta PT NNT mencabut gugatan. Kita hold amandemen kalau tidak dicabut,” kata Sukhyar kepada pers di Jakarta, Senin (3/11).
Menurut Sukhyar, setiap perusahaan harus mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Karena itu, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut tidak bisa melakukan gugatan seenaknya.
“Masak ada perusahaan menentang atau mengancam pemerintah,” tuturnya.
Gugatan Di MK
Seperti diketahui, pada tanggal 23 Oktober 2014 lalu, salah satu pemegang saham PT NTT dari PT. Pukuafu Indah, Dr. Nunik Elizabeth Merukh, melalui kuasa hukumnya melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan diberlakukannya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara (Minerba). Yusuf Merukh memiliki 20% saham PT NTT.
Direktur PT Pukuafu itu menggugat pasal 169 tentang perubahan kontrak karya menjadi IUP PK, dan pasal 170 tentang kewajiban melakukan pemurnian sebagaimana yang telah dimaksud dalam pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya undang-undang Minerba disahkan.
Dalam gugatannya, kuasa hukum Nunik berdalih bahwa perubahan kontrak karya menuju IUP PK telah bertentangan dengan kesepakatan kontrak atau perjanjian yang telah dibuat oleh berbagai pihak beberapa tahun lalu, selain itu kewajiban melakukan pemurnian sebelum diekspor merupakan kebijakan yang berdampak pada kerugian perusahaan.
Selain itu, pihak penggugat juga menilai kebijakan pemerintah tersebut telah bertentangan dengan UUD 1945, dan kebijakan tersebut adalah kebijakan harus melakukan pemurnian dan pengelolahan terlebih dahulu di dalam negeri itu tidak termasuk dalam materi muatan dalam kontrak karya yang telah disetujui pemerintah sejak tahun 1986. (Dian Dharma Tungga)