Rabu, 21 Mei 2025

NUKLIR…! Masa Depan Batu Bara Semakin Suram

JAKARTA- Masa depan komoditas batu bara sebagai salah satu produk ekspor unggulan Indonesia semakin suram. Makin suramnya masa depan batu bara karena negara-negara kelompok G7, akhir Mei lalu, telah sepakat menghentikan pendanaan internasional pada akhir tahun ini untuk proyek batu bara yang mengeluarkan karbon. Penghentian dukungan pendanaan tersebut juga berlaku bagi semua bahan bakar fosil untuk memenuhi target perubahan iklim yang disepakati secara global.

Kebijakan tersebut diikuti pemerintah dengan rencana mengenakan pajak karbon sebesar 75 rupiah per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

Seperti dikutip dari Bloomberg pada Senin (7/6), Prancis berencana menghentikan pembangkit listrik yang berasal dari energi batu bara sepenuhnya pada akhir 2022. Sementara Italia dan Jerman akan melakukan hal sama masing-masing pada tahun 2025 dan 2038.

Sebelumnya, Reuters juga memberitakan penghentian pendanaan untuk proyek bahan bakar fosil dipandang sebagai langkah besar yang dapat dilakukan dunia untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat celsius di atas masa pra-industri.

Para ilmuwan berpendapat hal tersebut akan dapat menghindari dampak perubahan iklim yang paling merusak.

Dengan mengikutsertakan Jepang untuk mengakhiri pembiayaan internasional proyek batu bara dalam waktu dekat, maka negara-negara yang masih mendukung penggunaan batu bara semakin terisolasi dan bisa menghadapi lebih banyak tekanan untuk menghentikan kegiatan tersebut.

Sementara dari dalam negeri, kebijakan untuk mengenakan pajak karbon tertuang dalam perubahan kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Aturan tersebut rencananya akan dibahas secepatnya tahun ini karena sudah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Dalam draf revisi UU KUP menyebutkan pajak karbon akan dipungut dari orang pribadi atau korporasi yang membeli barang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan karbon.

Sedangkan dari sisi administrasi perpajakannya, pajak karbon terutang dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Pajak karbon terutang pada saat pembelian barang yang mengandung karbon atau pada periode tertentu dari aktivitas menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu.

Dari sisi penerimaan, nantinya uang pajak yang didapat dari pajak karbon dapat dialokasikan untuk pengendalian perubahan iklim.

Wakil Ketua Komisi XI DPR, Amir Uskara, yang diminta pendapatnya mengatakan produk perundangan yang berkaitan dengan kebijakan energi dan perpajakan mesti berkaitan dengan arah pengembangan energi global ke depan.

“Semua negara khawatir dengan pemanasan global yang bisa menjadi bencana, sehingga membuat konsensus untuk mengurangi emisi karbon,” kata Amir.

Pengurangan emisi karbon yang paling mendasar adalah mengurangi secara bertahap bahan bakar dari energi fosil dan beralih ke energi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Apalagi, kata Amir, sejumlah negara sudah mulai menarik diri sebagai investor untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara. Kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap perusahaan produsen batu bara, karena pasar di luar negeri semakin terbatas. Sementara itu, pasar dalam negeri pun secara perlahan mulai menyusut.

Energi Baru Terbarukan

Kepada Bergelora.com dilaporkan dalam kesempatan terpisah, Pengamat Energi dari Energi Watch, Mamit Setiawan, mengatakan ke depan tren untuk Energi Baru Terbarukan (EBT) akan terus meningkat. Pemerintah juga berkomitmen dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 porsi EBT akan naik jadi 48 persen.

Selain itu, dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) juga mempunyai target yang mesti dikejar yaitu komitmen untuk mengurangi efek gas rumah kaca sesuai Perjanjian Paris.

“Perlu banyak terobosan dari pemerintah agar harga EBT bisa menjadi lebih murah ke depannya, seperti harga solar panel yang sudah turun cukup jauh dibandingkan harga tiga atau empat tahun yang lalu,” kata Mamit. (Calvin G. Eben- Haezer)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru