Jumat, 7 Februari 2025

Oligarki Kembali Kuasai HIPMI

Oleh : Rosiana G. Mawikere*

 

Bogor kini menjadi kota bersejarah hilangnya sejarah semangat kejujuran dalam tubuh HIPMI. Roh kejujuran yang didengung-dengungkan selama ini akhirnya dihancurkan oleh kelompok oligarki di tubuh HIPMI. Kelompok oligarki ini telah mendorong dan mengamini kecurangan dengan memasang bonekanya Bahlil Lahadalia untuk dijadikan ketua. Kelompok oligarki tersebut tidak rela jika kekuasaan yang selama ini mereka pegang lepas dari lingkarannya. Maka skenario itupun dijalankan.

 

Penulis sejak awal sudah curiga bahwa Munas HIPMI tahun ini pasti akan dikotori oleh kepentingan kelompok tersebut. Bisa dilihat dengan diawali Munas di Bandung yang sengaja membuat kericuhan, mulai dari sengaja mendatangkan preman berbayar untuk mengintimidasi suasana, sampai pada peran steering committee (SC) yang tidak netral yang dipimpin Alex Yahya Datuk.

Ini berulang kembali dalam Musyawarah Nasional (munas) lanjutan di bogor. Para senior-senior berperan memainkan agenda settinguntuk memenangkan Bahlil. Setelah skenario mereka berhasil dengan cara membuat deadlock di Munas Bandung, maka di Munas Bogor pun mereka berhasil menjalankan skenarionya.

Dengan kasat mata, kami melihat bahwa bagaimana peserta Munas dari Kalbar bukanlah peserta yang ikut saat Munas di Bandung. Padahal kita ketahui bersama bahwa Munas Bogor merupakan kelanjutan Munas Bandung.

Okelah, jikapun ada pergantian pengurus di tingkat wilayah Kalbar itu merupakan urusan internal wilayah tersebut. Muncul beberapa pertanyaan kemudian. Dengan kepengurusan baru di HIPMI Kalbar, lalu siapakah BPP HIPMI yang mengangkat mereka? karena semua sudah tahu, kepengurusan BPP HIPMI sudah demisioner saat di Munas Bandung. Jadi sangat tidak sah kepengurusan HIPMI Kalbar karena tidak ada SK untuk kepengurusan yang baru tersebut.

Artinya, ketika kepengurusannya tidak syah, maka sangatlah aneh dan janggal bahwa mereka dapat mengkuti Munas Lanjutan di Bogor ini dan mempunyai hak suara. Kejangkalan lain adalah SC justru meloloskan kepada mereka dan diberikan hak suara kepada wakil HIPMI Kalbar tersebut.

Sementara para senior, termasuk pendiri HIPMI, Abdul Latif, juga tidak netral. Pengakuan dari pihak Kalbar mereka diijinkan untuk memberikan suaranya saat dipanggil oleh Abdul Latif dan Radjasapta Oktohari, yang akrab dipanggil okto ini.

Dari sini terlihat kasat mata bahwa Abdul Latif dan Okto tidak netral. Mereka berdua sudah menciderai makna demokratisasi yang dianut dalam tubuh HIPMI.

Penulis melihat kepentingan oligarki ini sengaja membuat skenario untuk menyingkirkan Bayu Priawan Djokosoetono sebagai pesaing Bahlil.

Meski penulis bukanlah timses Bayu ataupun pendukung Bayu, tetapi penulis menyayangkan bahwa organisasi sebesar HIPMI akhirnya dimatikan hati dan roh sehat organisasinya hanya karena kepentingan kelompok oligarki yang ingin menguasai HIPMI.

Mungkin Bahlil senang dengan kemenangan ini. Meski dia tak sadar, bahwa kemenangan dengan kecuragan ini hanya akan membuat HIPMI jatuh ke lembah jurang dan kegelapan, serta mau tak mau ke depan HIPMi yang dijalankan Bahlil ini harus menuruti apa keinginan kelompok oligarki yang diwakili mulai dari Abdul Latief, Sandiaga Uno, Okto dan senior lainnya.

Penulis prihatin karena kondisi HIPMI ini yang merupakan cermin buruk, sama halnya yang sedang terjadi di Indonesia ini.

                                      

*Penulis adalah pengusaha muda, tinggal di Tomohon, Sulawesi Utara

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru