BANDUNG- Masalah yang membelenggu bangsa Indoensia dewasa ini, antara lain jargon perencanaan pembangunan hanya bersifat seremonial, business as usual tanpa arah yang komprehensif, yang lebih mengedepankan pekerjaan administrasi dan seremonial di bandingkan bagaimana membahas kwalitas perencanaan yang terkorelasi dengan tujuan berbangsa bernegara. Fungsi pengawasan keuangan negara adalah sebagai katalisator tercapainya tujuan memajukan kesejahteraan umum.
Hal ini disampaikan oleh anggota VI Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI Prof. Dr. Bahrullah Akbar, MBA., C.I.P.M saat dinobatkan sebagai Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Pemerintahan, IPDN, Jatinangor Bandung, bertempat di Gedung Balairung Rudini Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (8/12).
“Saya analogikan perencanaan pembangunan selama ini yang kita susun hanyalah perencanaan tentang bagaimana kita duduk dan ngopi di pintu jembatan, dan belum ada arah yang jelas bagaimana kita mulai melangkahkan kaki untuk berjalan menyeberangi jembatan dan apa yang harus kita lakukan di seberang sana,” jelas Bahrullah.
Menurutnya juga Indonesia tidak mempunyai dashboard keuangan negara berupa perhitungan sumber potensi keuangan negara atau penggalian revenue centre bagi negara antara lain; berupa potensi pajak dan cukai yang belum tergali, timpangnya kemampuan pendapatan asli daerah (retribusi) dengan dana transfer, optimalisasi sumber daya alam.
“Kita tidak melihat leverage asset untuk penggunaan pendapatan secara maksimal, antara lain perhitungan cadangan minyak dan gas bumi Indonesia mencapai nilai USD 245 milyar.
Ia juga memaparkan tidak adanya koordinasi dan arah yang jelas dalam penyusunan perencanaan strategis pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mencapai tujuan bernegara. Kekayaan negara yang dipisahkan yang berada di BUMN, BUMD dan BLU masih belum terjangkau dalam penyusunan perencanaan pembangunan komprehensif dan integraatif. Perencanaan strategis yang disusun selama ini tidak mempola pembangunan manusia Indonesia secara utuh (nation character building).
“Ini menandakan bahwa SDM tidak mendapat perhatian secara khusus, dan sasaran pembangunan hanya terfokus kepada pencapaian indikator pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain kita belum membangun jiwa dan raga secara utuh,” tambahnya.
Pengawasan Melekat
Menurutnya Bahrullah Akbar, fungsi pengawasan tidak berdiri sendiri atau melekat dengan fungsi perencanaan. Karena itu, saat ini pemerintah perlu merevitalisasi perencanaan pembangunan yang simultan dan berkelanjutan dan disusun secara komprehensif dan integratif. Pada saat bersamaan, diperlukan pengawasan tata kelola keuangan negara yang efektif agar proses manajemen pemerintahan berjalan dengan baik.
“Fungsi perencanaan dan pengawasan saling berkaitan erat seperti layaknya dua sisi mata uang, satu sisi dan sisi lain sama nilainya dan bernilai,” katanya.
Perencanaan berkelanjutan, juga menurut Bahrullah Akbar, yang telah menerbitkan lebih dari 40 karya ilmiah dan buku ini, mengingatkan bahwa dalam hal perencanaan pembangunan, Presiden pertama RI Soekarno pernah memperkenalkan apa yang disebut Pembangunan Semesta Berencana (PSB) yang dianggap sebagai cikal bakal perencanaan strategis di Indonesia.
Demikian juga pada masa pemerintahan Presiden Soeharto perencanaan strategis dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Pada era reformasi pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 (UU 25/2004) tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang di dalamnya termuat Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).
“Para Ulama Nahdlatul Ulama (NU) mengajarkan untuk mengambil pelajaran masa lalu yang baik dan mencari hal yang lebih baik untuk masa kini dan masa depan. Menurut saya, saat ini menjadi momentum yang baik untuk menyusun perencanaan pembangunan semesta berencana yang integratif sebagai jawaban untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, pengangguran, rendahnya IPM dan ketidakberdayaan dalam memposisikan daya saing ekonomi, secara bilateral, regional, maupun global,” tuturnya.
Dalam orasi ilmiah yang dihadiri civitas academica para Guru Besar IPDN serta para undangan, para Guru Besar IPDN serta para undangan, para Sekjen dan Dirjen di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, sejumlah Anggota DPR dan DPD RI, para Kepala Daerah, para akademisi, pengusaha, tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Disinggung tentang beberhasilannya sebagai Guru Besar IPDN, “Saya bersyukur, sekaligus ini menjadi tantangan bagi saya untuk terus berkarya menemukan terobosan-terobosan untuk membangun negara terutama di bidang ilmu pemerintahan,” kata Bahrullah kepada Bergelora.com di Bandung. (Martinus Ursia)