JAKARTA- Pengambil alihan (nasionalisasi) tambang emas milik perusahaan Amerika PT Freeport Mc. Moran di Papua dikuatirkan justru akan mendatangkan ancaman Hak Azasi Manusia (HAM) baru pada rakyat Papua. Komisioner Komnasham, Natalius Pigai kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (28/5) menyampaikan keraguannya pada niat pemerintah RI itu.
“Semoga Presiden Joko Widodo mempunyai niat yang tulus demi bangsa Indonesia. Saya akan mendukung kebijakan Presiden bila ambil alih demi negara dan rakyat Indonesia termasuk rakyat Papua. Namun kita akan kritisi jika tidak bermanfaat,” tegasnya.
Ia mengingatkan agar rakyat Indonesia dan Papua mencermati kepentingan dibalik keinginan pemerintah untuk mengambil alih tambang emas Amerika tersebut.
“Saya ingin tegaskan bahwa pengambilalian PT. Freeport itu besar resikonya, baik dari sisi bisnis maupun juga politik,” ujarnya.
Menurutnya sudah mendjadi rahasia umum perusahaan swasta nasional lebih sering abai terhadap hukum dan peraturan ketimbang perusahaan asing.
“Kita sudah sangat mengetahui bahwa ketaatan perusahan-perusahaan swasta nasional terhadap hukum dan aturan sering diabaikan, berbeda dengan perusahan asing yang selalu konsisten,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa rakyat Papua khususnya masyarakat adat yang menghuni di wilayah Eksploitasi mempunyai sikap tersendiri terhadap Freeport.
“Komnas HAM akan mengawal dan memastikan agar aspek HAM baik hak sipil dan politik maupun hak atas ekonomi, sosial dan budaya terwadahi dalam kontrak karya serta kepastian akan kelestarian lingkungannya tetap terjaga,” ujarnya.
Natalius Pigai mengkuatirkan pengambil alihan tambang emas Freeport oleh pemerintah RI justru akan memperluas pelanggaran HAM di Papua.
“Dikuatirkan jika pemerintah mengambil alih Freeport dengan leluasa dapat melakukan berbagai pelanggaran. Sewaktu-waktu Freeport bisa mendanai operasi militer di Papua,” ujarnya.
Komnasham menurut Natalius Pigai telah mengetahui dan mempunyai infomasi yang lengkap tentang rencana pengambil alihan Freeport sejak 2014 usai Pemilihan Presiden lalu.
“Ini saya ingatkan sedari awal sebelum terjadi apa-apa sebagai warning. Pemerintah harus memastikan perusahan akan menjalankan penerapan prinsip-prinsip hak asasi manusia, untuk itu dimasukan dalam proposal bisnisnya,” tegasnya.
Pengambilalihan Sepenuhnya
Sebelumnya, Senin (25/5) Pemerintah menyatakan akan mengambilalih sepenuhnya pengelolaan Blok Mahakam (Kalimantan Timur) kepada Pertamina serta pengelolaan tambang emas di Papua yang saat ini dikuasai oleh PT Freeport Indonesia.
“Presiden Joko Widodo menegaskan kembali bahwa pemerintah telah memutuskan pengelolaan Blok Mahakam akan diambilalih oleh pemerintah,” kata Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, dalam siaran pers kepada Bergelora.com.
Saat ini Blok Mahakam masih dikelola oleh perusahaan migas asal Perancis, Total E&P Indonesie dan Inpex Corp hingga 2017.
“Sedangkan untuk Freeport, karena kontraknya baru habis tahun 2021, maka kementerian ESDM akan menjaga agar secara bertahap kepemilikan Indonesia semakin besar,” kata Pratikno.
Dia mengatakan, mekanisme tersebut juga menjaga agar manfaat fiskal dan ekonomi untuk Indonesia dari Freeport semakin besar.
Menurut dia pemerintah tengah melakukan terobosan pengelolaan sumber daya mineral melalui UU Mineral dan Batubara (Minerba) untuk mengatur hubungan antara negara dengan Freeport.
“Hubungan yang semula kontrak karya akan diubah menjadi izin usaha pertambangan sehingga posisi Indonesia sebagai negara lebih kuat,” ujar Pratikno.
Dia menjelaskan pemutusan sepihak atas pengelolaan tambang emas dan tembaga di Provinsi Papua tersebut tidak akan menyelesaikan masalah.
“Pemutusan sepihak akan memunculkan masalah baru, yakni ekonomi Papua akan terganggu dan masyarakat akan menderita,” katanya, seraya menambahkan masalah ekonomi akan berdampak pada urusan politik, merusak iklim investasi serta melemahkan posisi Indonesia di kawasan Asia Pasifik. (Web Warouw)